WELCOME

WELCOME TO MY BLOG

Kamis, 12 April 2012

Beberapa Nama Tokoh HAM

Berikut ini merupakan beberapa tokoh pemerhati HAM..
1. Marthin Luther King
Martin Luther King lahir tanggal 15 Januari 1929 di Atlanta, Georgia. Martin termasuk seorang murid yang cerdas karenanya ia selalu mendapatkan rangking 1 di kelasnya. Ketika berumur 15 tahun ia diterima di Morehouse College. 4 tahun kemudian ia lulus, kemudian bersekolah di dua tempat lagi. Martin sangat kagum pada pemikiran Gandhi yang berasal dari India mengenai aksi tanpa kekerasan.
Pada tanggal 28 Agustus 1963, sekitar 250 ribu orang berkumpul mendengarkan pidato yang disampaikan oleh Martin Luther King. Setelah itu mereka memulai longmarch (berjalan kaki) dari Washington Monument menuju ke Lincoln Memorial dengan satu tujuan, yaitu membangkitkan kesadaran bangsa atas keadaan menyedihkan yang menimpa orang-orang kulit hitam.
Walaupun sempat beberapa kali ditangkap dan mendapat perlakuan kasar, Martin tetap menjalankan aksinya tanpa memakai kekerasan. Martin selalu diingat orang karena selama hidupnya ia selalu menentang adanya perbedaan (rasial) antara kulit hitam dan kulit putih. Hasil dari perjuangan Martin adalah munculnya Undang-undang hak asasi manusia yang ditandatangani Presiden Lyndon B Johnson tanggal 2 Juli 1964.
Pada tahun yang sama ia menerima hadiah Nobel perdamaian dan menjadi orang Amerika ke-8 yang meraih Nobel. Martin Luther King meninggal dunia akibat ditembak oleh orang tak dikenal pada tanggal 4 April 1968 ketika ia sedang berdiri di balkon hotel.

2. Malcolm X dan Gandhi
Selain Martin Luther King, tokoh Hak Asasi Manusia lainnya adalah Malcolm X yang lahir tahun 1925. Nenek moyangnya adalah budak yang didatangkan ke Amerika. Dan seorang lagi adalah Gandhi yang berasal dari India. Gandhi terkenal sebagai seorang yang selalu menentang dan ingin menghapus adanya perbedaan perlakuan. Ia juga memimpin pergerakan kemerdekaan India tanpa menggunakan kekerasan dan selalu berusaha menyatukan umat Hindu dan Islam yang sering bertikai di India.

3. Munir Said Thalib ( Munir)
Dengan nama lengkap Munir Said Thalib, (alm) Munir lahir di Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965 dan meninggal pada 7 September 2004 di pesawat Garuda Jakarta-Amsterdam yang transit di Singapura. Ia meninggal karena terkonsumsi racun arsenik dalam penerbangan menuju Belanda untuk melanjutkan studi masternya di bidang hukum. Pria keturunan Arab lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini merupakan seorang aktivis dan pejuang HAM Indonesia. Ia dihormati oleh para aktivitis, LSM, hingga dunia internasional.
Tanggal 16 April 1996, Munir mendiriikan Komosi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) serta menjadi Koordinator Badan Pekerja di LSM ini. Di lembaga inilah nama Munir mulai bersinar, saat dia melakukan advokasi terhadap para aktifis yang menjadi korban penculikan rejim penguasa Soeharto. Perjuangan Munir tentunya tak luput dari berbagai teror berupa ancaman kekerasan dan pembunuhan terhadap diri dan keluarganya. Usai kepengurusannya di KontraS, Munir ikut mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial, di mana ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif.
Saat menjabat Koordinator KontraS namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktifis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus yang dipimpin oleh Prabowo Subianto (Ketum GERINDRA). Setelah Suharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus (waktu itu) Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota Tim Mawar.
Atas perjuangannya yang tak kenal lelah, dia pun memperoleh The Right Livelihood Award di Swedia (2000), sebuah penghargaan prestisius yang disebut sebagai Nobel alternatif dariYayasan The Right Livelihood Award Jacob von Uexkull, Stockholm, Swedia di bidang pemajuan HAM dan Kontrol Sipil terhadap Militer di Indonesia. Sebelumnya, Majalah Asiaweek (Oktober 1999) menobatkannya menjadi salah seorang dari 20 pemimpin politik muda Asia pada milenium baru dan Man of The Year versi majalah Ummat (1998).

4. Yap Thiam Hien.
Yap Thiam Hien (lahir di Koeta Radja, Aceh, 25 Mei 1913 – wafat di Brusel, Belgia, 25 April 1989 pada umur 75 tahun) adalah seorang pengacara Indonesia keturunan Tionghoa. Ia mengabdikan seluruh hidupnya berjuang demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM). Namanya diabadikan sebagai nama sebuah penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang berjasa besar bagi penegakan hak asasi manusia di Indonesia.

5. Abdul Hakim Garuda Nusantara
Hampir sepanjang karier dia mengabdi dalam bidang advokasi dan hak asasi manusia. Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terpilih menjadi Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2002-20007). Pria bernama lengkap Abdul Hakim Garuda Nusantara kelahiran Pekalongan, 12 Desember 1954, ini bertekad mewujudkan misi Komnas HAM.
Dalam pemilihan Ketua Komnas HAM pada rapat pleno khusus Komnas HAM di Jakarta, Kamis 12/9/02, dia meraih 12 suara. Ia mengalahkan pesaingnya mantan Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto meraih enam suara, KH Salahuddin Wahid tiga suara, dan ahli hukum Prof Dr Achmad Ali dua suara. Tokoh sipil yang selama ini dikenal sebagai aktivis organisasi nonpemerintah (ornop) itu memimpin Komnas HAM selama lima tahun (2002-2007).
Sementara untuk jabatan wakil ketua, juga terpilih tokoh sipil yakni Zoemrotin K Susilo (Wakil Ketua I), dan KH Salahuddin Wahid (Wakil Ketua II). Rapat pleno khusus yang berlangsung maraton sampai pukul 19.30 juga memilih empat Ketua Sub-Komisi. MM Billah menjadi Ketua Sub-Komisi Pemantauan, Lies Soegondo sebagai Ketua Sub-Komisi Pengkajian dan Penelitian, Mansour Fakih menjadi Ketua Sub-Komisi Pendidikan dan Penyuluhan, serta Amidhan sebagai Ketua Sub-Komisi Mediasi.
Abdul Hakim adalah Ketua Komnas HAM kelima. Sebelumnya adalah Ali Said, Munawir Sjadzali, Marzuki Darusman, dan Djoko Soegianto. Bedanya, terpilihnya Abdul Hakim sebagai anggota dan Ketua Komnas HAM adalah berdasarkan pilihan DPR sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999. Sedang empat ketua sebelumnya, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No 50/1993.

1 komentar: